PERJALANAN MUDIK

PENGALAMAN PERTAMA MUDIK DENGAN BUS Bertemu TASA (Tahu Sagu)


Pemilihan menggunakan bus untuk mudik ke daerah Purwokerto dikarenakan keputusan untuk mudiknya mendadak yaitu H-3 lebaran, sehingga untuk mendapatkan tiket kereta api Jakarta-Purwokerto tidak kesampaian. Pengalaman tahun kemarin terulang lagi, pembelian tiket kereta api Purwokerto-Jakarta asal dapat saja, yaitu tanggal 28 Juni 2017, tanpa diteliti jam keberangkatan. Ternyata jam keberangkatan jam 1.00 malam, artinya kita akan balik hari selasa malam, bukan hari Rabu siang. Meskipun kecewa, karena malam malam harus ke stasiun , yah.... dinikmati saja. Paling tidak, bebas dari macet.

Karena tidak mendapatkan tiket kereta api, pilihan berikutnya naik travel atau naik bus. Untuk naik travel, dari pengalaman lalu, untuk membawa barang dibatasi dan juga posisi duduknya tidak nyaman, maka aku putuskan untuk naik bus. Demi mendapatkan kursi nomor 1 sampai lima, karena kursinya diberi nomor, maka kita datang ke PO Bus pagi jam lima , padahal bukanya jam tujuh pagi. Ternyata benar, dari jam lima pagi calon penumpang sudah mengantri , mirip antrian BPJS. Alhamdulilah dengan perjuangan berdesakan, akhirnya dapat juga tiket nomor 3 dan 4 dengan jam keberangkatan jam sebelas siang. Tiket nomor 3 dan 4 berada dibelakang sopir, ada tempat menaruh gelas atau piring, ada juga tempat menaruh tas, agak luaslah dibanding tempat duduk yang lain.

Untuk mengantisipasi kemacetan, kita berangkat dari rumah jam setengah sembilan, ternyata sampai di PO Bus , tempat pemberangkatan bus jam sembilan, ada waktu dua jam untuk menunggu bus. Selama dua jam ada ada saja kelakuan penumpang, dari yang ngobrol, makan , bermain dan bercanda. Yang paling menyebalkan adalah penumpang yang merokok, sudah tahu banyak yang berpuasa dan tidak suka bau rokok tapi tetap saja merokok.

Berpuasa, asap rokok membuat nafas sesak. Aku tidak berani menegur, paling memakai sindiran dengan menutup hidung memakain tisu. Tetapi perokok itu tidak mengerti juga, tetap saja dengan aktivitas merokoknya.  

Akhirnya datang juga busnya 15 menit menjelang jam sebelas. Ternyata untuk membedakan jam keberangkatan, tiket diberi warna yang berbeda. Untuk keberangkatan jam sebelas itu, tiketnya berwarna hijau. Aku turut berteriak hijau, hijau sambil menunjukkan tiket hijau, untuk membantu kenek bus. Penumpang disampingku membeli nasi bungkus, katanya persiapan buka puasa, antisipasi jika masih berada di dalam tol. Akupun mengikutinya untuk membeli nasi bungkus, karena kalau kita naik bus angkutan umum tidak bisa seenaknya minta istirahat.

Alhamdulilah AC nya full, walaupun macet di tol Cikampek, tidak terlalu terasa jam tiga sore bus istirahat untuk memberi kesempatan penumpang sholat zuhur. Yang aneh sopir busnya berkata yah udah bu sholat zuhur aja, padahal sedikit lagi sholat Ashar. Aku sudah minta izin sopir untuk sholat Ashar dulu baru jama zuhur, yang membutuhkan waktu melebihi kesepakatan. Benar saja, aku penumpang terakhir yang masuk kedalam bus padahal cuma telat 5 menit. Akupun meminta maaf kepada supirnya. Alhamdulilah supirnya  baik dan tidak marah marah.

Buspun memasuki tol Cipali... Yang mengherankan, sepanjang jalan tol Cipali di sebelah kiri jalan banyak sampah berserakan, jadi mirip tempat sampah terpanjang se dunia. Budaya membuang samapah ditempatnya, masih sulit dilaksanakan. Padahal sudah ada tulisan peringatan DILARANG MEMBUANG APAPUN DI JALAN TOL. Belum lagi rest area atau tempat istirahat yang terbatas, beberapa ditutup karena sudah penuh, akibatnya di pinggir jalan saja penumpang pria buang air kecil tidak terbayang, jika ada orang lain yang duduk ditempat itu. Bahkan saudaraku saja sempat kebelet pipis, akhirnya pipis di semak semak. Mungkin lain waktu pengelola bisa menyediakan wc berjalan berupa mobil yang pernah ada di sekitar Monas.

Bus pun melewati perkebunan bawang jam 5 sore, aku heran, ada lampu kelap kelip. Menurut salah seorang penumpang lampu berguna untuk mengusir serangga yang akan mengganggu tanaman bawang yang akan panen. Lalu menjelang magrib ada pedagang kaki lima yang diperbolehkan masuk, salah satunya yang unik tasa, yaitu tahu sagu. Jadi tahu yang dibalurkan sagu, mirip cireng kalau di Jawa Barat. Karena unik dan masih hangat, maka pedagang tahu itu banyak pembelinya. Maghrib pun tiba, alhamdulilah persediaan makanan sudah lengkap, kita pun berbuka didalam bus.

Jam setengah tujuh bus pun kembali beristirahat memberi kesempatan untuk berbuka puasa. Untungnya aku sudah berbuka puasa, karena makanan disana tidak sesuai selera aku, dan harganya pun di atas normal.

Alhamdulilah perjalananpun lancar dan jam setengah sepuluh malam tiba di tempat tujuan dengan diiringi hujan deras, berkah ramadhon. Sempat nunggu hujan berhenti dan sampai juga di rumah mertua. 



Comments