K13 : SING BISA, KUDU BISA, SABISA-BISA



Saya amat sangat ingat, suatu hari di bulan Juni tahun 2017, saya dipanggil Kepala  Sekolah untuk diberi amanat mengajar kelas IV di tahun ajaran baru 2017 – 2018. Saya langsung menolak secara halus, karena di tahun ini sekolahku menjadi sekolah imbas kurikulum 2013. Terbayang di fikiranku bagaimana ribetnya penilaian dalam K13, ribetnya analisis soal dalam K13, yang paling ribet lagi bagaimana kelak Ujian Nasional untuk kelas 6 SD-nya. Karena setiap tahun saya membuat soal untuk uji coba Ujian Akhir Sekolah berstandar daerah, berdasarkan kisi-kisi dari BNSP. Dari kisi-kisi tersebut soal-soalnya yang merupakan irisan dari kurkulum KTSP 2006 dan K13 tidak pernah keluar.
Tetapi akhirnya saya menyerah, dan menerima juga tugas mengajar kelas IV dengan kurikulum 2013. Di bulan puasa saya mengikuti Bimbingan Teknis (Bimtek) K13 yang difasilitasi oleh LPMP (Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan) DKI Jakarta. Di Bimtek diajarkan tentang cara membuat RPP yang scientific, metode mengajar yang berpusat pada siswa, literasi, Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Sebenarnya semua itu sudah pernah dipakai untuk mengajar peserta didik. Hanya di K13 lebih ditekankan, yang saya kurang setuju di K13 adalah materi pelajaran yang dangkal, kulit luarnya saja tidak sampai ke dalam/isinya. Setelah Bimtek, sayapun pergi ke toko buku pelajaran yang memakai kurikulum 2013.
Awal tahun pelajaranpun dimulai. Di dalam hatiku ada rasa berdamai dengan keinginan pemerintah yaitu untuk kelas IV kurikulum 2013 ini menekankan pada 5 karakter utama, yaitu: religius, nasionalis, gotong royong, mandiri dan integritas di mana untuk aspek pengetahuan sedikit saja yang dibahas.
Ketika peroses pembelajaran dimulai peseta didik dikelompokkan menjadi lima kelompok secara acak. Ada saja murid yang menolak untuk satu kelompok dengan temannya, sebut saja Alya dan Alvi mereka seperti musuh bebuyutan. Sudah pernah saya nasehati, kalua berteman itu tidak boleh pilah pilih, berteman harus mau dengan siapapun yang ada di kelas, supaya kita bisa memahami berbagai karakter orang. Akhirnya 3 minggu sekali anggota kelompok diganti.
Ketika memulai pelajaran, doa dipimpin oleh peserta didik secara bergantian berdasarkan nomor absen. Dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya Stanza dua dan Stanza tiga. Saya sempat dimarahi oleh guru lain karena katanya saya menghina lagu Indonesia Raya dengan mengubah syairnya. Saya terangkan kepada rekan guru lain bahwa lagu Indonesia Raya Stanza dua dan tiga diciptakan oleh orang yang sama yaitu W.R. Supratman.
Setelah menyanyikan lagu Indonesia Raya yang berguna untuk memupuk rasa nasionalisme di peserta didik, maka diadakan kegiatan literasi yaitu kegiatan membaca atau menggali informasi. Ada tiga jenis kegiatan literasi yang saya lakukan bergantian, yaitu: literasi membaca buku cerita dongeng atau legenda dari Indonesia. Misalnya Raden Cupak dan Gurantang, Timun Mas, dan lain-lain. Supaya mengerti apa yang dibaca mereka diberikan soal yang berkaitan dengan cerita tersebut dan ditulis di buku tulis literasi. Jika mereka mendapat nilai 100 maka akan mendapatkan satu bintang. Tetapi untuk dapat memperoleh hadiah, maka bintang ini dikumpulkan sehingga jumlahnya 30 barulah bisa ditukar dengan hadiah yang saya siapkan. Jenis literasi yang kedua adalah menonton film atau animasi cerita rakyat misalnya Bandung Bondowoso. Film ini saya dapatkan dari youtube atau membeli CD filmnya dengan harga promosi di toko buku. Untuk jenis literasi ini, peserta didik kelas IV senang sekali tetapi ketika diberi pertanyaan melalui soal 5 W + 1 H yaitu What (apa), Where (di mana), When (kapan), Who (siapa), Why (mengapa) dan How (bagaimana) ada beberapa peserta didik yang tidak bisa menjawabnya. Seperti pertanyaan ada nama candi pada film Bandung Bondowoso yang baru  kamu tonton? Ada yang menjawab Borobudur. Padahal jawabannya adalah Candi Prambanan. Jadi masih ada peserta didik tidak fokus dengan yang ditonton. Dan ini harus banyak saya latih. Jenis literasi yang ketiga adalah membacakan berita pada media online, lalu dibuatkan pertanyaan.
Ketika kegiatan inti dimulai, kalua ada muatan pelajaran IPA itu yang aku suka, karena banyak praktek yang bisa mengoptimalkan kelompok diskusi, guru hanya sebagai fasilitator di mana peserta mencari tahu sendiri melalui praktek bersama. Ketika presentasi hasil praktikum disitulah saya menekankan kembali konsepnya. Contohnya konsep bunyi menghantar melaluin benda padat, benda cair dan benda gas.
Saya suka sedih ketika mengajarkan muatan pelajaran SBDP: Seni Budaya Dan Prakarya terutama seni tari dan seni musik. Pelan-pelan saya tayangkan tarian Bungo Jeumpa. Tapi saya juga tidak bisa mengingat jenis gerakan nomor 1 sampai 36 pada tarian tersebut. Ketika penilaian harian digambarkan gerakan itu merupakan Bungo Jeumpa dan ditanyakan gerakan itu merupakan gerakan keberapa, saya suka senyum-senyum sendiri. Guru bisa menjawab karena melihat buku, tanpa melihat buku guru tidak bisa menjawab. Apalagi seni music ketika mengajarkan berbagai jenis tempo dan birama. Untung saja ada infocus alat yang banyak menolong saya dalam menjelaskan pembelajaran.
Untuk pembelajaran PKn, kadang di buku siswa tidak ada penjelasan tentang materi yang diajarkan misalnya materi hak dan kewajiban warga dalam menghemat energi. Jadi saya jelaskan dulu melalui slide dan pemutaran film. Tapi hal ini dipertanyakan oleh pengawas sekolah ketika kegiatan ON pendampingan K13, kata beliau saya selaku guru lebih dominan dibandingkan peserta didik. Padahal saya tidak bermaksud seperti itu. Peserta didik diminta ontoh lain dari hak dan kewajiban dalam menghemat energi. Apakah salah atau berlawanan dengan prinsip K13 jika kita menerangkan materi dulu? Karena hal ini tidak saya lakukan pada setiap muatan pelajaran.
Pada proses pembelajaran, saya melakukan penilaian. Untuk mupet PKn yang dinilai adalah sikap jujur terhadap peserta didik saya. Sampai ada peristiwa lucu di mana siswa saya Rajiv bercerita bahwa dia berserta dua temannya pernah menemukan punting rokok yang masih besar. Dan ketiganya mencoba merokok sampai mereka kesakitan. Lalu saya nasehati dan tanya jawab dengan mereka mengenai untung ruginay merokok. Mereka berjanji tidak mengulangi lagi. Tapi hal itu terdengar ke kepala sekolah sehingga orang tuanya dipanggil. Orang tua Rajiv merasa keheranan karena Rajiv mengatakan jujur karena telah merokok.

Comments